Pelajari makna filosofis, ciri-ciri, dan asal-usul berbagai motif batik tradisional dari seluruh nusantara. Menjaga makna budaya dalam setiap desain custom yang Anda buat.
Filter Berdasarkan Daerah:
Menampilkan 6 dari 31 motif

Asal: Berasal dari lingkungan Keraton Jawa (Yogyakarta dan Surakarta). Ditetapkan sebagai motif Awisan Dalem (Larangan) dan aturan penggunaannya tertuang dalam Rijksblad van Djokjakarta tahun 1927. Populer sejak era Kesultanan Mataram.
Ciri-Ciri:
MAKNA FILOSOFIS:
Motif ini diciptakan oleh Panembahan Senopati, mengandung makna kebijaksanaan, watak mulia, karakter yang akan menang, kekuasaan, dan kekuatan. Pola ombak yang tak terputus melambangkan perjuangan yang tiada henti dan konsistensi dalam kepemimpinan. Penggunaan motif berdasarkan ukuran pola secara ketat berfungsi sebagai kode tekstil untuk menegaskan hierarki kekuasaan Keraton Mataram.

Asal: Motif klasik yang berkembang di lingkungan Keraton Mataram (Yogyakarta/Solo). Masuk kategori Awisan Dalem (Larangan) dan melambangkan kesederhanaan seorang raja yang mengutamakan kesejahteraan rakyat.
Ciri-Ciri:
MAKNA FILOSOFIS:
Melambangkan simbol keperkasaan, keadilan, dan kesejahteraan. Empat bentuk elips diinterpretasikan sebagai empat sumber tenaga alam atau empat penjuru mata angin. Secara filosofis, motif ini juga menyimbolkan suwung (kekosongan nafsu dan hasrat duniawi), yang menghasilkan pengendalian diri yang sempurna, sehingga pemimpin dapat netral dan mengutamakan kesejahteraan rakyat di atas kepentingan pribadi.

Asal: Motif klasik Keraton. Aturan penggunaannya sangat ketat
Ciri-Ciri:
MAKNA FILOSOFIS:
Kata Semen berkonotasi “semi” atau “tumbuh,” yang melambangkan kehidupan yang berkembang dan makmur. Ornamen Meru melambangkan keadilan, burung/kupu-kupu adalah lambang anugerah, dan Garuda melambangkan kebijakan serta keteguhan hati. Pemakai motif Semen diharapkan dapat menjadi pemimpin yang mampu melindungi dan mengayomi bawahannya, serta memiliki dharma (kewajiban mulia).

Asal: Berasal dari Cirebon
Ciri-Ciri:
MAKNA FILOSOFIS:
Nama Mega Mendung berarti awan (mega) dan cuaca sejuk (mendung). Motif ini melambangkan ketenangan, kesabaran, dan keuletan. Filosofinya mengajarkan bahwa seorang pemimpin atau individu harus mampu bersikap tenang dan bijaksana dalam menghadapi berbagai situasi kehidupan, seperti awan yang menyimpan hujan untuk membawa kesejukan dan kedamaian.

Asal: Berasal dari Pekalongan
Ciri-Ciri:
MAKNA FILOSOFIS:
Motif ini menggambarkan kekayaan alam Pekalongan sebagai kota pelabuhan. Nama 'Tujuh Rupa' merujuk pada tujuh unsur alam yang dituangkan ke dalam pola. Filosofinya mencerminkan keterbukaan masyarakat Pekalongan terhadap budaya asing (Tiongkok, Belanda) dan keragaman etnis (akulturasi) yang harmonis di kota perdagangan tersebut.

Asal: Motif batik khas Dayak
Ciri-Ciri:
MAKNA FILOSOFIS:
Makna utama terkait dengan Batang Garing, yang diyakini diturunkan oleh Tuhan Dayak Ngaju, Ranying Hatalla Langit, melambangkan kehidupan, kesatuan, dan alam semesta. Motif lain seperti Bayam Raja melambangkan martabat dan kehormatan, sementara Kangkung Kaombakan mencerminkan ketahanan dan kesabaran dalam menghadapi ujian hidup, mencerminkan nilai-nilai luhur suku Dayak.
Semua informasi di halaman ini didasarkan pada sumber-sumber terpercaya dan dokumentasi resmi. Kami berkomitmen pada akurasi dan kredibilitas konten.